JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya mencegah potensi korupsi di sektor pendidikan melalui kajian untuk perbaikan tata kelola pendidikan di Indonesia. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengungkapkan bahwa pendidikan tinggi menjadi jenjang di mana korupsi dalam bentuk berbagai kasus Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) terjadi, menunjukkan kerentanan dalam tata kelola perguruan tinggi di Indonesia. (17/05/23).
Pahala menjelaskan dalam pemaparan Kajian Mitigasi Korupsi pada Tata Kelola PMB Tahun 2022 dan 2023 pada hari Rabu bahwa “Yang kita ingin lakukan kita bangun tata kelola yang baik ke depannya, kuncinya adalah transparan sehingga kepercayaan publik tinggi dan risiko korupsi bisa kita tekan.”
KPK telah melakukan kajian pada periode September-Desember 2022 dengan melibatkan 7 sampel Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta 6 PTN dari Kementerian Agama. Pada bulan Maret 2023, kajian dilakukan pada 6 sampel PTN lainnya. Fokus kajian KPK adalah pada penerimaan mahasiswa baru tahun 2020-2022 di program studi S1 Fakultas Kedokteran, Teknik, dan Ekonomi.
Hasil kajian menunjukkan beberapa permasalahan, antara lain ketidakpatuhan PTN terhadap kuota penerimaan mahasiswa jalur mandiri, penerimaan mahasiswa yang tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh PTN, penentuan kelulusan yang sentralistik oleh seorang Rektor, besarnya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) sebagai penentu kelulusan, praktik alokasi “bina lingkungan” yang tidak transparan dan akuntabel dalam penerimaan mahasiswa baru, serta ketidakvalidan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) sebagai alat pengawasan dan dasar pengambilan kebijakan.
Baca juga : OJK dan BPKP Sepakati Peningkatan Kerja Sama Pengawasan Sektor Jasa Keuangan
Dalam upaya mencegah potensi korupsi pada masa Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) tahun 2023, KPK memberikan beberapa rekomendasi, antara lain:
- Mewajibkan PTN untuk meningkatkan transparansi dalam seleksi jalur mandiri, dengan mengumumkan jumlah kuota penerimaan, kriteria dan mekanisme penilaian, serta afirmasi secara detail sebelum seleksi dilaksanakan.
- Menyatakan bahwa besaran SPI tidak menjadi penentu kelulusan, dan menggantinya dengan faktor kemampuan sosial ekonomi keluarga mahasiswa seperti yang diterapkan dalam sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT).
- PTN membangun sistem otomatisasi dalam penentuan kelulusan PMB, dengan melibatkan mekanisme kolektif dalam pengambilan keputusan akhir, bukan hanya oleh seorang Rektor.
- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi memberikan sanksi administratif yang lebih tegas bagi PTN yang melanggar ketentuan PMB.
- Meningkatkan akurasi dan validitas data PDDikti di tingkat PTN maupun nasional, serta memanfaatkannya sebagai alat kontrol dan evaluasi pelaksanaan PMB.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nizam, mengapresiasi kajian yang dilakukan oleh KPK. Ia menekankan bahwa fungsi perguruan tinggi adalah memberikan akses pendidikan tinggi secara inklusif bagi anak bangsa tanpa memandang latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya. Nizam berharap agar proses seleksi masuk perguruan tinggi dapat berjalan dengan baik dan aman bagi masyarakat serta dunia pendidikan. Pemaparan kajian ini dihadiri oleh Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) dan anggota-anggotanya dari seluruh Indonesia melalui konferensi zoom. (Heroe)